
Hari ini (31 Oktober 2016) merupakan peringatan 499 tahun Reformasi Gereja, suatu gerakan kesadaran perbaikan sendi-sendi mendasar ajaran gereja, gerakan diawali pada 31 Oktober 1517 seorang Teolog muda bernama Marthin Luther (usia 34 tahun, lahir pada 1483) menempelkan suatu poster berisi 95 pokok pikiran terhadap otoritas pengajaran gereja saat itu. Marthin Luther sebagai seorang muda yang saat itu merupakan pastor murid Santo Agustinus, menyatakan suatu motto yang hingga sekarang menjadi ajaran dasar gereja protestan, yakni : Sola Fide (hanya karena iman), Sola Gratia (hanya karena anugerah), dan Sola Scriptura (hanya karena Alkitab).
Orang muda dan budaya menulis, sesungguhnya tidak hanya dialami sejarah gereja, tetapi juga gerakan perubahan/perbaikan kehidupan berbangsa, bernegara pun tidak sedikit terjadi karena kontribusi tulisan pemikiran orang muda, sebut saja di Indonesia ketika peristiwa Sumpah Pemuda. Orang-orang muda nusantara saat itu dari berbagai daerah, berhasil merumuskan suatu gagasan fundamental yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yakni : Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.
Masih dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, dan secara khusus memperingati Hari Reformasi Gereja ke-499, Pewarna Indonesia mengundang salah satu tokoh aktivis literasi, yang juga pernah menjadi aktivis pemuda gereja, Johan Tumanduk, SH, MM, M.Min berdialog membahas Pemuda dan Budaya Menulis. Dialog dilakukan secara on air di RPK FM 96.3 Jakarta, pagi tadi jam 9-10.
Johan Tumanduk yang sehari-harinya merupakan Direktur Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, menjelaskan bahwa saat ini eksistensi budaya menulis dikalangan pemuda kristen/gereja sangat memprihatinkan. "Saya prihatin pemuda kristen tidak lagi membudayakan menulis, sekalipun sekarang ini sebenarnya lebih mudah untuk menulis karena teknologi komputer dan pemanfaatan HP/gadge. Kalo dulu kan repot untuk menulis, bila salah ketik harus manual menghapusnya, nah kalo sekarang kan tinggal delete."
Pria yang pernah dipercaya menjadi Sekretaris II Sinode GPIB selama dua periode (2005-2010, dan 2010-2015), lebih lanjut menjelaskan bahwa sebenarnya kebiasan menulis bisa ditumbukembangkan oleh keluarga, sekolah, dan gereja, khususnya para majelis/pendeta gereja dapat mendorong, atau memberikan teladan dalam hal membiasakan menulis. "Misalkan para pelajar katekisasi, mereka dapat diberikan tugas membuat resume khotbah, lalu nanti dibukukan, atau bisa juga diadakan lomba menulis nanti hasil tulisan yang masuk setelah diedit, dapat dijadikan buku", kebiasaan menulis pun sebenarnya saat ini masih bisa menjadi salah satu profesi yang menjanjikan.
Johan Tumanduk menyatakan bila budaya menulis (kebiasaan menulis) pemuda semakin pudar, maka masalah besar akan terjadi, karena itulah menurut Johan pemuda kristen perlu menulis. BPK Gunung Mulia saat ini mempunyai suatu visi "Gereja yang membaca, dan Gereja yang menulis". Lebih lanjut dijelaskan Johan tentang visi tersebut "BPK Gunung Mulia mengajak warga gereja (khususnya pemuda) untuk membudayakan lebih dulu minat baca, sebelum mengembangkan minat menulis. BPK Gunung Mulia berupaya membantu pemuda khususnya dalam mengembangkan kemampuan menulisnya, jangan bingung, tuliskan saja apa yang menjadi pemikiran, nanti kami di BPK Gunung Mulia akan membantu mengedit, memperbaiki hingga menjadi naskah layak terbit."
Ternyata bertepatan dengan peringatan Hari Reformasi Gereja hari ini, GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) dan BPK Gunung Mulia pun merayakan hari lahirinya. GPIB HUT yang ke-68, sedangkan BPK Gunung Mulia HUT ke-70. Gerejani Dot Com mengucapkan selamat merayakan hari lahir kepada GPIB dan BPK Gunung Mulia, kiranya pelayanan GPIB dan BPK Gunung Mulia kian membawa kemuliaan kasih Tuhan Yesus bagi Indonesia. (DPT)