
Diskursus kepulangan ratusan orang Indonesia yang bergabung dengan organisasi teroris ISIS, berdasar penetapan Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah menyeruakan polemik terbuka, ada sebagian yang menganggap hal tersebut dapat dilakukan pemerintah Indonesia, tetapi sebagian lainnya menyatakan pemerintah Indonesia tidak perlu memulangkan mereka.
Sejumlah pejabat pemerintah pun seolah terbelah sikap pendiriannya, seperti Menkopolhukam Mahfud MD yang tegas menyatakan tidak setuju pemerintah memulangkan eks-kombatan ISIS asal Indonesia tersebut, hal ini berbeda dengan pernyataan awal Menteri Agama Fahrur Rozi yang menghendaki mereka dipulangkan pemerintah, walaupun belakangan Menag merevisi pernyataannya tersebut, belum lagi pendapat Presiden RI Joko Widodo, yang mengemukakan opini pribadinya menolak kepulangan eks-kombatan ISIS tersebut.
Forum Diskusi 9-an, mengadakan dialog publik membahas polemik kepulangan eks-kombatan ISIS asal Indonesia. Dialog diadakan di Rumah Daksha Jl. Daksa 3 No 14 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, kemarin malam (Senin, 10 Februari 2020), dengan narasumber Angel Damayanti, Ph.D (Pengamat Teroris), Permadi Arya/Abu Janda (Peggiat Media Sosial), Habib Zein Assegaf (Peggiat Media Sosial), dan Umelto Labetubun alias Alto (konsultan keamanan yang pernah tinggal di Irak lebih dari 2 tahun), dipandu oleh Rinto Wardana Samaloisa (Advokat, aktivis kebangsaan).
Angel Damayanti akademisi Universitas Kristen Indonesia, menjelaskan kesejarahan ISIS, yang masih berkaitan langsung dengan organisasi teroris lainnya, bernama Al Qaeda.
Angel mengemukakan analisisnya mengenai munculnya wacana kepulangan eks-kombatan ISIS asal Indonesia. Menurut Angel, pasca kekalahan ISIS, yakni dengan kembali dikuasainya wilayah-wilayah yang diklaim pendudukan ISIS, oleh pasukan gabungan dari Suriah, Arab Saudi, dan Amerika Serikat, meninggalkan persoalan polemic, yakni nasib puluhan ribu eks pasukan ISIS yang masih ada diwilayah Suriah.
Realitas negara Suriah yang masih porak poranda pasca pendudukan pasukan ISIS, membuat Suriah masih dalam kondisi politik tidak stabil, dan tidak kondusif memproses secara hukum eks pasukan ISIS, serta keberadaan eks kombatan ISIS masih berpotensi membahayakan keamanan Suriah, sehingga Suriah memilih jalan meminta masing-masing negara asal eks kombatan ISIS, yang juga disebut FTF (Foreign Terrorist Fighters), memulangkan mereka ke negara asalnya. Kebijakan Suriah mendeportasi eks kombatan tersebut, yang kini memunculkan polemik di Indonesia. Sejumlah negara telah menarik pulang warganya yang menjadi eks kombatan organisasi teroris ISIS, namun ada juga negara yang menolak memulangkan mereka.
Angel dalam pemaparannya, menyarankan agar pemerintah menegaskan sikapnya terhadap keberadaan ISIS. “Harus dipastikan dulu oleh pemerintah, ISIS itu apakah organisasi teroris atau negara? Bagi negara lain, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa, mereka menyebut ISIS sebagai organisasi teroris, demikian juga dengan PBB” ujar Angel yang juga Dekan FISIPOL UKI. Bila kita bingung menyebut mereka sebagai apa, maka kita pun akan bingung mengambil tindakan terhadap mereka.
Angel yang pernah bekerjasama dengan BNPT, mengemukakan bahwa sikap pemerintah yang akan memulangkan eks kombatan teroris tersebut, dengan ketentuan mereka harus ikut program Deradikalisasi, harus dipikirkan dengan matang, mengingat program deradikalisasi yang ada selama ini masih belum jelas tingkat keberhasilannya.
Alto yang cukup lama pernah tinggal di sejumlah negara Kawasan Timur Tengah, memiliki akses keamanan untuk mengunjungi sejumlah fasilitas tertentu, mengemukakan bahwa opini publik yang menyatakan eks kombatan ISIS tidak lagi warga negara Indonesia, dikarenakan tindakan mereka yang membakar paspor, tidak sepenuhnya tepat.
“Apakah kita bisa memastikan yang dibakar itu benar-benar paspor Indonesia mereka, atau buku berwarna hijau yang seakan-akan paspor? Jangan kita terkecoh dengan aksi-aksi propaganda mereka” ujar Alto.
Sementara itu, Baktinendra Prawiro Ketua Umum DPP PIKI (Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia), yang turut hadir dalam forum dialog, cenderung menyetujui bila para eks kombatan teroris tersebut diproses secara hukum di Suriah, mengingat mereka melakukan tindakan melawan hukum dinegara Suriah, dan juga bila mereka harus mengikuti program deradikalisasi, itu pun harus dilakukan di Suriah, Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Suriah. (DPT)
