Skip to content Skip to navigation

DIES NATALIS PIKI KE-53, GELAR SEMINAR REFORMASI HUKUM

Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) hari ini (19 Desember 2016) tepat berusia 53 tahun, dalam rangka itu DPP PIKI siang hingga sore tadi, bertempat di Graha William Suryadjaja (GWS) Fakultas Kedokteran UKI Jakarta, menggelar Seminar Nasional bertajuk "Reformasi Hukum" dibawah terang tema "Kekristenan dan Keindonesiaan". Dies Natalis ke-53 DPP PIKI yang diketuai oleh Ketua DPP Merdy Rumintjap, dihadiri Ketum DPP PIKI Baktinendra Prawiro, Sekjen Audy Wuisan, dan sejumlah pengurus DPP PIKI, juga hadir tokoh senior seperti Amir L. Sirait, Alex Paath, Robert Sitorus, Bosmen Silalahi, dan lainnya, selain menghelat seminar nasional yang menghadirkan tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang hukum, seperti Menkumham (diwakili Dirjen Peraturan Perundang-undangan Prof Widodo), Dr. Asep R. Fajar (Tenaga Ahli Utama Deputi V KSP), Dr. Maruarar Siahaan (Rektor UKI), dan sejumlah Dekan Fakultas Hukum, sore hingga malam nanti akan dilakukan Ibadah Syukur dan seremoni perayaan ditempat yang sama, dengan pelayan firman Tuhan Pdt John Titaley (UKSW).

Dr. Asep R. Fajar sebagai pembicara pembuka pertama, menjelaskan bahwa Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam tiga tahun masa pemetintahan, telah menjalankan strategi kebijakan yang berbeda tiap tahunnya. Pada tahun pertama, strategi kebijakan fokus pada bidang politik, yang diantaranya diwujudkan dengan dilakukannya berbagai konsolidasi ke banyak pihak, lalu pada tahun kedua fokus diarahkan pada bidang ekonomi dengan dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi, dan kini tahun ketiga adalah fokus bidang hukum, salah satu program strategis yang dilaksanakan adalah melakukan peninjauan dan pemangkasan sejumlah peraturan perundang-undangan yang selama ini dirasakan terjadi ketidaksinkronan.

Prof Widodo selaku Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, mewakili Menteri Hukum dan HAM, mengemukakan bahwa Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam konteks sistem presidensiil, seharusnya menjadi komando tertinggi yang menjadi penentu dari berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan selain kendala terkait persoalan ejawantah sistem presidensiil tadi, masalah lain yang saat ini menjadi fokus pemerintah dalam bidang reformasi hukum adalah sinkronisasi berbagai aturan turunan undang-undang yang dikeluarkan kementerian, yang ternyata banyak menimbulkan pertentangan antar peraturan menteri tersebut, selain itu semua masih ada lagi hal mendasar yang juga menjadi konsentrasi reformasi hukum nasional, yakni keberadaan sejumlah peraturan didaerah yang tidak sesuai dengan sumber segala sumber hukum, yakni Pancasila.

Lebih lanjut Prof Widodo menjelaskan menyangkut berbagai perda yang bernuansa keagamaan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Mendagri, dan disepakati perda-perda bernuansa keagamaan tersebut akan dibatalkan. Alat filter yang dipakai oleh pemerintah dalam meninjau berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron, demikian halnya dengan berbagai aturan turunannya yang melampaui batas kewenangan, juga halnya dengan berbagai perda bernuansa keagamaan tertentu, pemerintah menggunakan dua acuan dasar, yakni Pancasila dan konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. (DPT)

Share

Advertorial