Peristiwa bentrokan berdarah di Bandung, dan beberapa daerah lainnya diwilayah Jawa Barat terjadi pasca pemeriksaan pimpinan tertinggi Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab kemarin (12 Januari 2017), Habib Rizieq datang ke Bandung memenuhi panggilan Polda Jawa Barat untuk diperiksa terkait dengan laporan Sukmawati Soekarnoputri. Sukmawati melaporkan Habib Rizieq dengan dugaan penodaan terhadap lambang dan dasar negara Pancasila, serta menghina kehormatan martabat Dr. Ir Soekarno sebagai Proklamator kemerdekaan Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia. Bentrokan massa antara FPI dengan massa ormas GMBI (Gerakan Masyarakat arus Bawah Indonesia) kini menjadi headline berbagai media massa, tidak terkecuali juga media daring dan media sosial.
Bentrokan antar massa berbalutkan isu gerakan intoleransi antar beragama, nuansa pertentangan ideologi, upaya pemaksaan kepentingan politik, dan isu sejenis lainnya, merupakan 'cinderamata' 2016 yang hingga kini memasuki 2017 merupakan PR besar yang harus menjadi perhatian tidak hanya masyarakat, pemerintah, politisi, tetapi juga pimpinan lembaga negara. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebagai bagian dari sejarah berdirinya Indonesia, mempunyai keprihatinan yang mendalam menyaksikan berbagai persoalan yang terjadi belakangan ini dinegeri Pancasila. Ketua Umum PP GMKI Sahat P. M. Sinurat dengan jajarannya, setelah melalui pembahasan internal dalam rangka mencermati dan menganalisis berbagai persoalan kebangsaan, pada 9 Januari 2017 menemui Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, PP GMKI menyampaikan hasil pengkajian mereka terkait tiga isu besar, yakni : Intoleransi, Agraria, Dan Sumber Daya Alam.
Berikut hasil pembahasan dari pertemuan PP GMKI dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan :
Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) bertemu Ketua MPR RI Zulkifli Hasan di Gedung Senayan, pada hari Senin, 9 Januari 2017. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat menyampaikan beberapa persoalan yang saat ini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Persoalan intoleransi kembali menghangat belakangan ini dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Globalisasi informasi tidak diikuti pemahaman etika berbangsa. Akibatnya media sosial dipenuhi ujaran kebencian menyangkut SARA, menjelekkan simbol negara, dan Pancasila. Hal ini dapat memicu konflik tidak hanya di Jakarta, namun juga di berbagai daerah lainnya di Indonesia.
Terkait persoalan agraria, Sahat menyampaikan harus ada keadilan dalam kepemilikan tanah. Pemerintah pusat maupun daerah tidak hanya memberikan kemudahan perizinan kepada pemilik modal saja. Rakyat kecil juga harus dijamin dalam memiliki dan mengelola lahan untuk aktivitas perekonomiannya. Sehingga tidak ada tumpang tindih dan konflik kepemilikan tanah, persoalan ganti rugi lahan, dan perampasan tanah rakyat seperti yang terjadi di Bali, Lampung, dan daerah-daerah lainnya.
Dalam pengelolaan sumber daya alam, pemerintah harus tegas dalam membuat dan mengawal berjalannya setiap regulasi. Sumber daya alam kita sebesar-besarnya harus dapat dipergunakan untuk kepentingan rakyat banyak.
Oleh karena itu, GMKI meminta MPR sebagai lembaga negara untuk berperan dan mengawal setiap kebijakan pemerintah. Intoleransi dapat diatasi melalui pengarustamaan kembali nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pembentukan Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila harus dikawal agar berjalan sesuai fungsinya.
GMKI juga mengingatkan masih berlakunya beberapa TAP MPR RI seperti TAP MPR RI No. 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan TAP MPR RI No. 9 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Oleh karena itu MPR masih memiliki tanggung jawab untuk memastikan tercapainya tujuan dari setiap ketetapan MPR tersebut. Salah satunya dengan meminta pemerintah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan agraria sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960.
Ketua MPR RI dalam tanggapannya mengenai persoalan intoleransi menyampaikan pentingnya penguatan nilai-nilai Pancasila, salah satunya melalui Sosialisasi Empat Pilar dan pembentukan Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila. Beliau mengatakan, sejak 71 tahun yang lalu Indonesia adalah keluarga besar. Dan ini merupakan konsensus para pejuang negara. Sayangnya wawasan kebangsaan sudah mulai hilang saat ini. Ketua MPR meminta GMKI dan organisasi kemahasiswaan lainnya untuk selalu menyuarakan dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Terkait persoalan agraria dan sumber daya alam, Ketua MPR menyampaikan bahwa kebijakan tersebut selama beberapa waktu berada di tangan bupati sehingga sulit dalam hal pengawasan. Namun saat ini sudah kembali kepada kebijakan gubernur dan tetap menjadi persoalan. Kepemilikan lahan tidak boleh hanya didominasi perusahaan-perusahaan besar saja dan rakyat biasa hanya menjadi kuli. Oleh karena itu, MPR akan terus mengawal kebijakan pemerintah di bidang agraria dan sumber daya alam. Ketua MPR menegaskan, keadilan dan pemerataan pembangunan harus bisa dirasakan seluruh rakyat Indonesia sesuai sila kelima Pancasila, "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“. (DPT)