
Kasus yang merundung Basuki T. Purnama (Ahok) mantan Gubernur DKI Jakarta, secara prosedur hukum peradilan sudah berakhir, tidak ada perlawanan hukum lebih lanjut terhadap putusan Pengadilan Negri Jakarta Utara pada 9 Mei 2017 lalu, kini Ahok mendekam di Rutan Mako Brimob Depok. Namun demikian ternyata kisah Ahok tidak berhenti disini.
Belum lama ini publik sontak dikejutkan oleh pemberitaan akan adanya rencana pembunuhan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama (Ahok). Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan akan adanya rencana pembunuhan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hal tersebut disampaikannya terkait dengan pemblokiran produk aplikasi pesan “Telegram”, sebagaimana dikutip dari Kompas.com pada 18 Juli 2017.
Tetapi kemudian yang kini menjadi perbincangan dijagad dunia maya, khususnya para netizen, adalah bukan soal rencana pembunuhan dimaksud, tetapi eksistensi dari aplikasi baru yang bernamakan Telegram tersebut. Aplikasi ini dilahirkan oleh Pavel Durov, pria berkebangsaan Rusia, lahir di Leningrad 10 Oktober 1984. Pavel sebelum melahirkan Telegram, lebih dulu dia membuat situs jejaring sosial mirip Facebook, yakni VKontakte (VK) pada 2006, yang sempat bernilai bisnis US $3 Miliar pada masa awal perkembangannya.
Pemerintah secara resmi sudah memblokir layanan aplikasi Telegram tersebut dengan alasan keamanan negara. Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan pihak Kemkominfo, bahwa terdapat banyak aktivitas yang dapat membahayakan keamanan negara, seperti gerakan terorisme yang ternyata banyak memanfaatkan layanan aplikasi Telegram ini, bahkan hingga gerakan terorisme global.
Pavel Durov selaku pendiri dan CEO aplikasi Telegram, sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 15 Juli 2017, menjelaskan tentang adanya gerakan terorisme yang memanfaatkan layanan aplikasi besutannya tersebut. “Privasi pada akhirnya lebih penting ketimbang ketakutan kita akan hal buruk yang bisa terjadi, seperti terorisme,” argumen Pavel Durov ketika berbicara dalam acara TechCrunch Disrupt, September 2015. Dia menanggapi pertanyaan dari audiens, soal teroris yang gemar memakai Telegram untuk berkomunikasi dan mengoordinir aksi teror lewat aplikasi pesan instan tersebut. Telegram dipandang “aman” lantaran obrolan para penggunanya tak bisa disadap.
Lebih lanjut Durov menjelaskan dirinya ketika itu sudah tahu, bahwa ada aktivitas grup teroris negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Telegram. Tapi dia bersikeras menjunjung tinggi faktor keamanan privasi yang memang sudah lekat dan menjadi ciri khas Telegram semenjak dirilis empat tahun lalu. “Kami tak harus merasa bersalah. Kami melakukan hal yang benar, yakni melindungi privasi pengguna,” kilah Durov masih dikutip dari laman Kompas.com.
Laporan Kompas.com pada tulisan 23 September 2015, mengemukakan bahwa soal isu privasi dalam aplikasi Telegram, digadang-gadang sebagai kekuatan Telegram. Durov mengklaim bahwa aplikasinya digunakan oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dia berpendapat itu menunjukkan tingkat keamanan aplikasi Telegram, karena kelompok teroris sudah pasti tidak akan menggunakan produk yang dinilai mengancam.
"Jika mereka melihat alat ini tidak aman, mereka akan segera meninggalkannya. Kami tidak harus merasa bersalah karena aplikasi ini dipakai mereka. Kami masih melakukan hal yang benar, melindungi privasi pengguna kami," terang Durov.
Lebih lanjut Kompas.com mengungkapkan Telegram merupakan perusahaan rintisan digital yang baru berusia dua tahun. Selama ini mereka belum mengambil uang dari para investor. Tampaknya Telegram dibuat dengan cara bootstrap dari dana pribadi Durov saat menjual sahamnya dalam media sosial Russia Vkontakte. Dia enggan mengungkap berapa besar uang yang diperoleh dari penjualan itu, tapi desas-desus yang beredar nilai penjualan sahamnya mencapai sekitar 300 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,3 triliun.
Aplkasi Telegram dikabarkan telah berhasil memiliki 100 juta pengguna aktif bulanan, berdasarkan data Februari 2016. Informasi tersebut dilansir laman tekno.liputan6.com, yang memperoleh data langsung dari laman blog milik perusahaan asal Rusia tersebut. Tak hanya itu, dalam unggahan di laman blog itu, Telegram juga mengungkapkan ada 350 ribu pengguna baru tiap hari yang bergabung di aplikasi tersebut. Dan, ada 15 miliar pesan yang dikirim tiap harinya. (DPT)
