Skip to content Skip to navigation

HERNOLD MAKAWIMBANG : PLT KEPALA DAERAH TIDAK BERWENANG MENANDATANGANI APBD

KPUD hari ini akan melakukan penetapan nomer urut paslon peserta Pilkada Serentak 15 Februari 2017, terdapat 338 paslon yang akan bertanding di 101 daerah pilkada serentak, dan dari 338 paslon tersebut, terdapat keikutsertaan petahana di 67 daerah pilkada, jumlah tersebut cukup besar sekitar 66% dari jumlah total daerah pilkada.

Menyoal keikutsertaan petahana dalam kompetisi pilkada serentak 2017, Mendagri Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan Peraturan Mendagri Nomer 74 Tahun 2016 tentang Cuti Diluar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota,  peraturan yang dikeluarkan pada 22 September 2016 lalu tersebut, ternyata memunculkan masalah baru terkait hal kewenangan pengelolaan keuangan/anggaran pemerintahan daerah.

Pakar kerugian keuangan pemerintahan Dr. Hernold Makawimbang, S.Sos, M.Si, MH, yang juga Direktur Pusat Studi dan Analisis Pencegahan Kerugian Keuangan Negara, menyoroti secara khusus kewenangan Plt Kepala Daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Berikut analisis Hernold, sebagaimana dikutip dari laman FB pria yang pernah menjadi calon Anggota BPK RI dan pimpinan KPK RI ini :

"PERMASALAHAN KEWENANGAN PLT KEPALA DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA"

1. Kewenangan Otonomi seluas-luasnya Gubernur, Bupati, dan Walikota Secara Konstitusional.

Pertama : Secara konstitusional kewenangan pemerintah daerah diberikan kewenangan seluas-luas untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan secara otonomi. (UUD 1945 Pasal 18 ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan pengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan).

Kedua : Secara konstitusional disebutkan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis oleh rakyat, bukan di pilih oleh pemerintah pusat, hal ini mengandung makna rakyat yang berdaulat menentukan siapa Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala pemerintah daerah, kewenangan ini ada pada pejabat definitif terpilih secara demokratis. (UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) : “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”.)

Ketiga : Kewenangan pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya secara atributif telah di serahkan melalui konstitusional UUD 1945 Pasal 18 ayat (5) : “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”.

2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota bernilai Konstitusional. 
Nilai konstitusional pengaturan Keuangan Negara dengan dasar pertimbangan : “Bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang; bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara”.

Pertama : Kekuasaan atas pengelolaan Keuangan Negara, dalam kehidupan bernegara Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, tetapi secara atributif (kewenangan berdasarkan undang-undang) “kewenangan tersebut telah diserahkan kepada gubernur/walikota/bupati definitif atau yang terpilih secara demokratis tidak di delegasikan kepada PLT atau pejabat lainnya”. (UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara : Pasal 6 ayat (1) huruf c dan d : Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan sebagaimana dimaksud : (c). diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. (d) tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang).

Kedua : Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara di gunakan untuk mencapai tujuan negara (Alinea keempat pembukaan UUD 1945 : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial) cara mencapai tujuan bernegara di wilayah masing-masing adalah melalui visi, misi dan program gubernur/bupati/walikota yang dipilih secara demokratis selaku kepala pemerintahan daerah. (UU No 17/2003 tentag Keuangan Negara : Pasal 7 : (1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara).

Ketiga : Rencana kerja pemerintah daerah yang dituangkan melalui Rancangan APBD adalah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara di daerah masing-masing dengan mewujudkan visi misi gubernur/bupati/walikota yang dipilih secara demokratis selaku kepala pemerintahan daerah (UU No 17/2003 : Pasal 17 : (2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara).

3. Kewenangan Konstitusional Otonomi dan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota di ambil alih “Pelaksana Tugas Gubernur, Bupati, dan Walikota” melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 74 Tahun 2016
Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota

Pertama, Pasal 4 : ayat (4) : Selama Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota menjalani Cuti di Luar Tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ditunjuk Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota sampai selesainya masa kampanye.

Kedua, Pasal 5 ayat (3) : Pelaksana Tugas Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjuk oleh Menteri. Ayat (4) : Pelaksana Tugas Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditunjuk oleh Menteri atas usul Gubernur.

Ketiga, Pasal 9, ayat (3) huruf f : Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota mempunyai tugas dan wewenang: “menandatangani Perda tentang APBD” dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri; dan ayat (4) : Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota bertanggung jawab kepada Menteri.

Tulisan ini menyoroti Tugas PLT pada Pasal 9 ayat (3) huruf f Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 yaitu “menandatangani Perda tentang APBD”. Hal tersebut menunjukan bahwa Pelaksana Tugas Gubernur/Bupati/Walikota telah mengambil alih “kewenangan atributif dalam menandatangani APBD” sebagai dasar dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara di daerah masing-masing dengan mewujudkan visi misi gubernur/bupati/walikota yang dipilih secara demokratis selaku kepala pemerintahan daerah. (melalui Permendagri atau bukan Undang-Undang). Permasalahnnya adalah, jika terjadi penyalahgunaan kewenangan bahkan tindak pidana korupsi dengan APBD yang di tandatangani PLT, sedangkan “kewenangan penuh pengelolaan keuangan negara yang diserahkan kepada pejabat kepala daerah definitive definitif”, hal ini sangat potensial PLT dapat dipermasalahkan. 
Keempat : Permendagri No 74/2016 ini menunjukan Pemerintah Pusat belum sepenuhnya menyerahkan “kewenangan otonomi, khususnya pengelolaan keuangan Negara” ke pemerintah daerah khususnya gubernur/bupati/walikota yang dipilih secara demokratis selaku kepala pemerintahan daerah.

KESIMPULAN :
1. Kewenangan atributif (kewenangan konstitusional dan kewenangan pengelolaan keuangan negara berdasarkan undang-undang Nomor 17/2003) “kewenangan tersebut telah diserahkan kepada gubernur/walikota/bupati definitif atau yang terpilih secara demokratis tidak dapat di delegasikan kepada PLT atau pejabat lainnya;
2. Kedua Kekuatan Hukum UUD 1945 dan UU Nomor 17/2003 tidak bisa di gugurkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri;
3. Permendagri No 74/2016 ini menunjukan Pemerintah Pusat belum sepenuhnya menyerahkan “kewenangan otonomi, khususnya pengelolaan keuangan Negara” ke pemerintah daerah khususnya gubernur/bupati/walikota yang dipilih secara demokratis selaku kepala pemerintahan daerah.

Tangerang Selatan 25/10/2016
Hernold Ferry Makawimbang

Advertorial