Skip to content Skip to navigation

KASUS VAKSIN PALSU: MENKES DAN BPOM HARUS TURUT BERTANGGUNG JAWAB

Kasus beredar dan dipergunakannya vaksin palsu disejumlah fasilitas layanan kesehatan, kini telah semakin menjadi kasus besar setelah Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengungkapkan 14 nama rumah sakit/fasilitas layanan kesehatan yang menggunakan vaksin palsu. Pengungkapan tersebut disampaikan Menkes saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI pada 14 Juli 2016 lalu.

Bagaikan petir menggelegar saat hujan, begitu marak diberitakan 14 nama RS/fasyanken oleh Menkes, berbondong-bondong orangtua yang pernah membawa anaknya diimunisasi/divaksinasi di 14 RS/fasyankes tersebut, juga rumah sakit/fasyankes lainnya, mendatangi rumah sakit/fasyankes tersebut untuk mempertanyakan kebenaran dan pertangunggjawaban mereka atas perbuatan pemberian vaksin palsu tersebut.

Berdasarkan pengamatan Gerejani Dot Com, semestinya Pemerintah melalui Kemenkes dan Badan POM khususnya, harus pula menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawabannya, karena Kemenkes dan Badan POM merupakan otoritas terkait keberadaan, peredaran dan penggunaan obat (termasuk vaksin). Mengapa hal pemalsuan vaksin hingga beredar dan dipergunakan selama belasan tahun, seperti tidak diketahui sama sekali oleh Pemerintah?

Sementara itu berbagai pertemuan masyarakat dengan pimpinan/manajemen rumah sakit/fasyankes yang dinyatakan menggunakan vaksin palsu, cenderung bersifat penyelesaian secara kekeluargaan, yakni pihak rumah sakit/fasyankes bersedia memberikan imunisasi/vaksinasi ulang dengan vaksin yang semestinya. Namun demikian, hal tersebut tidak berarti menghilangkan unsur pelanggaran tindak pidana yang terjadi.

Pihak berwenang dalam hal ini kepolisian secara khusus, dengan pimpinan Polri yang baru Jenderal Tito Karnavian, harus mampu secara cepat dan cermat memproses penanganan kasus vaksin palsu tersebut hingga tuntas, dan masyarakat harus membuat suatu pengawasan dalam mengawal dan mendukung penanganan kasus vaksin palsu tersebut. (DPT)

Advertorial