
Program Magister Ilmu Hukum yang merupakan bagian dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), pada hari Jumat 7 April 2017 yang baru lalu, menggelar seminar nasional tentang hukum perburuhan. Seminar yang diadakan di Graha William Soeryadjaya UKI, menghadirkan Prof. Muchtar Pakpahanm SH., MA Gurubesar FH UKI, yang juga tokoh senior organisasi buruh (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia-SBSI) sebagai keynote speaker, dan narasumber dari unsur Pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan), unsur Pengusaha (APINDO), dan Daulat Sihombing, SH.,MH (mantan Hakim PHI Medan).
Seminar dibuka resmi oleh Wakil Rektor non Akademik UKI Bernadetha Nadeak, dilaksanakan dalam rangka mengkritisi pemberlakuan Peraturan Pemerintah RI No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, PP tersebut dari segi legal, telah menimbulkan problema legal drafting, bila dimaksudkan sebagai turunan dari UU No. 13 Tahun 2003, maka semestinya PP RI No. 78 Tahun 2015 tersebut harus merujuk pada pasal yang hendak dijalankan dalam ketentuan UU terkait dimaksud, dan terlebih dulu diadakan pembahasan melalui rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI yang membidangi ketenagakerjaan.
Seharusnya PP No. 78 Tahun 2015 secara fungsi, PP tersebut memberi kepastian hukum, dan bukan sebaliknya menimbulkan ketidakpastian hukum, oleh karena itu hadirnya PP No. 78 Tahun 2015 kini telah menimbulkan sejumlah masalah.
Seminar hukum yang bertajuk “Kajian Juridis PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan Dampak yang Ditimbulkannya” dilaksanakan sejak pagi jam 9 hingga 12 siang, dihadiri tidak hanya oleh para mahasiswa Magister Ilmu Hukum PPs FH UKI, masyarakat pemerhati masalah hukum, tetapi juga turut dihadiri oleh sejumlah utusan organisasi/serikat buruh, seperti SBSI yang menghadirkan sejumlah utusan dari kepengurusan dibeberapa daerah.
Prof Muchtar Pakpahan dalam paparan pembukaan seminar, mengemukakan bahwa maraknya demo yang dilakukan berbagai organisasi/serikat buruh belakangan ini, khususnya aksi-aksi demo tersebut dilakukan setiap Hari Buruh Internasional (Mayday). “Jadi menurut saya, demo-demo sudah harus dihentikan dikarenakan sama sekali tidak menguntungkan bagi buruh itu sendiri, juga demikian bagi pengusaha. Di Jepang, para pengusaha dan serikat pekerja justru berpesta setiap memperingati Hari Buruh Internasional, tidak seperti disini. Kalau perusahaan mengalami kerugian, yang terkena dampak lebih dulu para buruh mengalami pemecatan, tetapi kalau mendapatkan untung, dinikmati sendiri tidak melibatkan para pekerja” demikian diungkapkan Prof Muchtar Pakpahan.
Prof Muchtar Pakpahan juga menceritakan bahwa hubungan antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh/pekerja belakangan ini, sangat berbeda dengan yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Saat dulu hubungan diantara elemen-elemen tersebut berlangsung dengan baik, dialog positif terjadi, sementara belakangan ini tidak seperti itu. Diharapkan Prof Muchtar Pakpahan agar relasi baik yang pernah dilakukan dulu, dapat diadakan kembali saat ini.
Pembicara yang mewakili pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan) menjelaskan bahwa sekarang tentang mekanisme penentuan upah buruh, sudah diberlakukan dengan ketentuan rumus penghitungan, yang salah satu bagian rumus tersebut sudah menghitung tingkat inflasi yang sedang terjadi saat penghitungan dilakukan. Diharapkan dengan pemberlakukan rumus tersebut, penentuan besaran upah buruh dapat dilakukan secara terbuka dan jelas terukur, dan berlaku sama disetiap daerah.
Pembicara dari APINDO menyambut baik pemberlakuan rumus penghitungan upah yang dibuat pemerintah, pembicara APINDO menyayangkan hubungan yang berlangsung kurang harmonis antara pekerja dan pengusaha yang terjadi belakangan ini. Bila selalu dilakukan penuntutan peningkatan upah, hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat produksi, dan pendapatan perusahaan.
Pembahasan seminar tentang pengupahan ini, nantinya akan menjadi bagian dari Jurnal yang akan diterbitkan oleh PPs MIH FH UKI. (DPT)
