Skip to content Skip to navigation

SEMINAR PEWARNA : IJASAH PALSU, TANTANGAN UNTUK GEREJA

Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) siang hingga sore tadi (9 Juli 2015), bertempat di MDC Hall Lantai 26 Wisma 76 Slipi Jakarta Barat, menggelar seminar yang membahas masalah ijasah palsu yang sedang marak diperbincangkan publik saat ini. Seminar yang diberi judul "Semianar Publik Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia : Ijasah Palsu, Gelar Bodong, Berkah atau Tulah?" dihadiri puluhan orang peserta dari berbagai latarbelakang.

Seminar menampilkan pembicara Prof. DR. Liarta Kembaren (Rektor University of Berkley), Yusak Soleiman, Ph.D (Ketua Persetia), DR. Marthen Napang (Dosen FH Unhas), dan Adieli Zendrato (mantan Pembimas Kristen DKI Jakarta). Selain itu juga, panitia mengundang DR Tommy Sihotang seorang praktisi hukum, untuk turut juga menyampaikan pemikirannya.

Paparan pembahasan diawali oleh materi yang dibawakan oleh Adieli Zendrato selaku mantan Pembimas Kristen DKI Jakarta, yang mengutarakan bahwa Bimas Kristen dan pimpinan gereja maupun lembaga keumatan, mempunyai tanggung jawab terhadap masalah ijasah palsu, secara khusus yang terjadi dalam lingkup komunitas kristen/gereja di indonesia. Tidak sedikit pula hamba-hamba Tuhan yang perlu dikritisi keberadaan gelar akademiknya.

Pembicara kedua adalah pria yang saat ini sedang menjadi perbincangan publik, Prof. DR. Liarta Kembaren yang sementara ini lembaga pendidikan yang dipimpinnya sedang mengalami masalah hukum, yakni University of Berkley. Liarta Kembaren mengungkapkan bahwa lembaganya sebenarnya pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan ijasah orang-orang yang bekerja pada kantor-kantor kedutaan, khususnya kantor Kedutaan Amerika Serikat, jadi tidak bersifat terbuka untuk umum (orang Indonesia), namun dalam perkembangannya tidak sedikit orang Indonesia yang berkeinginan juga mengikuti program perkuliahan jarak jauh secara daring (online). Sekarang begitu terkuak ke permukaan hingga menjadi masalah hukum, menurut pria yang mengaku kelahiran tahun 1930 an, program perkuliahan untuk orang-orang Indonesia ditutup. Menurutnya, para ekspatriat yang membutuhkan ijasah tersebut, tidak mempermasalahkan tentang aturan/hukum lembaga pendidikan di Indonesia.

Mengkritisi paparan pembicara pertama dan kedua, Yusak Soleiman, Ph.D selaku Ketua Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi Indonesia, yang juga adalah Tim Asesor perguruan tinggi kristen, menggarisbawahi sejumlah parameter dalam membahas ijasah yang bermasalah. Yusak Soleiman tidak setuju bila dikatakan ijasah palsu ataupun bodong, Yusak lebih condong menggunakan terminologi ijasah legal atau tidak legal. Beberapa parameter yang dimaksud Yusak diantaranya adalah status akreditasi perguruan tinggi yang dapat dilihat (diperiksa) pada laman situs Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi : www.ban-pt.kemdiknas.go.id. Tidak hanya berhenti pada soal akreditasi, tetapi juga harus diperhatikan pangkalan data pendidikan tinggi yang dapat dilihat pada laman www.forlap.dikti.go.id.

DR. Marthen Napang yang adalah Dosen Tetap Universitas Hasanuddin Makasar Sulawesi Selatan, mengungkapkan bahwa kasus penggunaan ijasah palsu merupakan ranah penegakan hukum pidana khusus bila ada yang dirugikan oleh penggunaan ijasah palsu tersebut, namun demikian kasus dapat beralih menjadi pidana umum bila melanggar peraturan perundang-undangan. Pria yang meraih gelar Doktor dibidang hukum dari Universitas Muslim Indonesia Makasar Sulawesi Selatan ini, sepakat tentang unsur-unsur legalitas perguruan tinggi.

DR. Tommy Sihotang sebagai pembicara terakhir menyampaikan pemikirannya tentang kasus yang melanda Prof. DR. Liarta Kembaren, bahwa menurut Tommy sebaiknya Prof Liarta mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa lembaganya adalah semacam lembaga kursus dan bukan perguruan tinggi. (DPT)

Advertorial