Skip to content Skip to navigation

TRAGEDI TENGGELAMNYA KM SINAR BANGUN, KETUM PP GMKI SAHAT SINURAT APRESIASI UPAYA PEMERINTAH, TAPI KECEWA KARENA MENGHENTIKAN UPAYA PENGANGKATAN

Pemerintah akhirnya menghentikan upaya pengangkatan KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba. Kapal yang berangkat dari Simarindo, Kabupaten Samosir itu karam saat berangkat menuju Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Alat Remotely Operated Underwater Vehicle (ROV) telah diterjunkan dan memang berhasil memotret kondisi KM Sinar Bangun yang karam. Namun tim SAR menyatakan evakuasi korban pada kedalaman 450 meter, sangatlah sulit.

KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba pada hari Senin (18/6/2018) sore waktu setempat. Dugaan saat ini penyebab tenggelamnya, adalah cuaca buruk dan over kapasitas.

Jumlah muatan KM Sinar Bangun saat tenggelam, diperkirakan membawa sekitar 200 penumpang, dan mengangkut puluhan sepeda motor. Dari jumlah tersebut, 24 orang dalam kapal telah ditemukan, diantaranya 21 orang dinyatakan selamat, termasuk seorang nakhoda dan 2 ABK. Sementara 3 penumpang ditemukan meninggal dunia. Dari pendataan yang dilakukan, Basarnas menyatakan terdapat 164 yang hilang bersama kapal karam itu.

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), sebagai komponen masyarakat yang turut terlibat dalam penanganan tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, kecewa dengan sikap pemerintah yang menghentikan upaya pengangkatan bangkai kapal dan korban penumpang kapal tersebut. Kecewa karena upaya pemerintah tak tuntas.

Kekecewaan GMKI diungkapkan Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat, dalam rilis kepada Gerejani Dot Com beberapa saat lalu.

"Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim."

Kalimat di atas adalah agenda pertama Nawacita yang disusun oleh pemerintahan Jokowi-JK.

Dan kemudian kukenang kembali jeritan para korban KM Sinar Bangun. Kuingat lagi tangisan keluarga korban yang kudengar beberapa hari lalu di Tigaras. Mereka masih menanti dengan sabar dan lelah, ingin melihat jasad sanak keluarganya untuk terakhirnya.

Saya baca lagi agenda Nawacita di atas. Apakah negara sudah kembali hadir untuk segenap bangsa? Mengapa pencarian korban KM Sinar Bangun diselesaikan secepat ini? Sementara beberapa tahun lalu pencarian korban pesawat Airasia yang terjatuh bisa berlangsung sampai berbulan-bulan?

Saya menyadari dan mengakui bahwa posisi kapal saat ini berada di dasar danau di kedalaman 450 meter. Selat Karimata dimana pesawat Airasia tenggelam memiliki kedalaman berkisar 35-50 meter. Jika dibandingkan dengan kedalaman laut, posisi tenggelam KM Sinar Bangun berada di kategori laut dalam. Penyelam yang paling hebat di dunia pun hanya mampu menyelam di kedalaman 50-100 meter. Lebih dari itu, hanya bisa menggunakan media robot.

Saya dan teman-teman melihat secara langsung, tim Basarnas di lapangan sudah berupaya maksimal. Begitu juga Polri dan pasukan elit TNI (Kopaska, Yontaifib, dan lainnya), yang ikut dalam Tim Terpadu Pencarian dan Pertolongan Korban KM Sinar Bangun. Namun kekuatan manusia ada batasnya, dan posisi yang diketahui dari kapal dan para korban berada di luar ambang batas kemampuan manusia.

Dalam hal ini, tentu kita harus mempertimbangkan untuk menggunakan alat yang mutakhir. Alat yang mungkin sama dengan yang digunakan untuk bisa mengangkat artefak Kapal Titanic dari kedalaman 3000an meter. Sudah ada alatnya, selanjutnya adalah political will. Apakah negara hadir bagi segenap rakyatnya?

Jika institusi tidak punya alat yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, ataupun kita kekurangan dana untuk membawa alat tersebut, mengapa itu tidak kemudian disampaikan dengan jujur kepada masyarakat Indonesia? Bangsa kita yang dibangun dalam kultur masyarakat gotong royong dengan nilai-nilai persaudaraan (brotherhood society) pasti akan tergerak.

Kita bersama-sama akan kumpulkan dana untuk dapat membawa alat itu ke Danau Toba. Ada ratusan keluarga korban yang menangis hingga saat ini. Tangisan mereka adalah tangisan kita juga. Jika memang pemerintah kita kekurangan dana untuk dapat membawa alat berteknologi tinggi ke Danau Toba untuk mengangkat kapal dan para korban dari dasar danau, kenapa tidak kita segenap rakyat Indonesia urunan bersama, mengumpulkan dana untuk membawa alat itu ke Danau Toba.

Jika ternyata negara tidak bisa hadir melindungi segenap rakyatnya, mungkin harus kita sebagai rakyat yang hadir untuk melindungi satu sama lain." demikian disampaikan Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI. (DPT)

Share

Advertorial