
Gerejani Dot Com - Komunitas kristen se-dunia, khususnya kalangan gereja protestan, 31 Oktober 2022 akan memperingati 505 tahun Hari Reformasi Gereja se-Dunia (The Reformation Day), mengingat aksi seorang tokoh gereja yang juga profesor teologi di Universitas Wittenberg Jerman, bernama Marthin Luther, yang pada 31 Oktober 1517 mengeluarkan 95 thesis (dalil) menentang praktik kegerejaan akibat penyalahgunakan otoritas rohaniwan gereja saat itu.
Redaksi berkesempatan berbincang-bincang dengan salah seorang tokoh gereja Indonesia, purna Ketua Umum Sinode, pengurus salah satu organisasi aras nasional, Pdt. Dr. Mulyadi Sulaeman Gembala Sidang GSPDI (Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia) jemaat House of Filadelfia, Rabu 26 Oktober 2022 dikantor GSPDI Jemaat Filadelfia di Belleza Shoping Arcade Permata Hijau Jakarta Selatan.
Pdt Mulyadi, demikian akrab disapa, kepada redaksi menyampaikan pemikirannya mengkritisi praktek kegerejaan pada masa kini, khususnya dijaman berkembangnya teknologi digital.
Mengawali perbincangan, Pdt Mulyadi mengungkapkan keprihatinannya atas pemberitaan 2 kasus pembunuhan yang melibatkan orang kristen, yakni kasus pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat dengan beberapa tersangkanya adalah orang kristen, juga yang belakangan viral pembunuhan seorang perempuan Ade Yunia Rizabani Paembonan alias Icha, yang dilakuka oleh Christian Rudolf Tobing, seorang mantan Pendeta Muda.
Percakapan tentang kasus pembunuhan tidak berlangsung lama, Pdt Mulyadi langsung menyampaikan pendapatnya tentang Hari Reformasi Gereja dijaman berkembanganya teknologi digital.
Pdt Mulyadi sempat menyinggung peristiwa down nya aplikasi Whatsapp (WA), yang membuat banyak orang mengalami masalah tidak bisa berkomunikasi.
"WA down saja, kita sudah merasa susah, padahal jaman sekarang banyak orang menggunakan perkembangan teknologi, seperti Alkitab digital, dan ada banyak pula versi terjemahannya" ujar Pdt Mulyadi.
Lebih lanjut Pdt Mulyadi menyampaikan, "Kita memang tidak bisa melawan perubahan jaman, dan dalam setiap jaman pun, pasti roh kudus akan bekerja menurut cara-Nya. Tapi harus diakui generasi demi generasi ini, tentu punya perbedaan. Hamba Tuhan generasi saya, masih sangat percaya bahwa, antara lain kita harus memiliki Alkitab pribadi yang dalam bentuk hardcopy, yang bisa ditulisi, dikasi komen, diberi tanda, dan sebagainya".
Kerawanan Alkitab Digital, Nubuatan Nabi Yoel
Pdt Mulyadi mengungkapkan adanya potensi kerawanan dibalik eksistensi Alkitab digital.
"Perubahan jaman, Hamba-Hamba Tuhan, apalagi jemaat, sudah beralih ke Alkitab digital. Disatu sisi, kita memang sudah masuk era teknologi, mau tidak mau kita harus mengikutinya. Dilain sisi, kita harus hati-hati karena dunia digital adalah dunia yang sangat rentan terhadap perubahan. Sehingga kadang-kadang kita tidak tahu, isi Alkitab kita sudah berubah atau tidak. Lembaga Alkitab Indonesia pasti masih mencetak Alkitab, karena bukan hanya orang-orang perkotaan yang melek digital, teknologi, tapi juga masih ada mereka yang membutuhkan Alkitab tertulis" tandas Pdt Mulyadi.
Pdt Mulyadi pun menyampaikan kekhawatiran banyak Hamba Tuhan, atas banyaknya penggunaan Alkitab digital.
"Hal juga yang dikhawatirkan oleh banyak Hamba Tuhan, bahwa satu kali kalau semua sudah beralih ke digital, dan satu kali bahwa digital ini, tiba-tiba terjadi crash, internet rusak, file rusak, maka Alkitab pun akan ikut hilang, sehingga apa yang dinubuatkan Nabi Yoel, suatu kali orang akan mencari firman Tuhan dari barat ke timur, bisa juga diartikan secara fisik, orang mencari Alkitab, dan tidak menemukannya, sebab Alkitab dalam bentuk hardcopy tertulis tidak ada lagi, cuma mungkin ada dimuseum-museum atau library-library, karena semua sudah mengandalkan Alkitab digital".
"Memang jadi lebih mudah dan cepat mempersiapkan bahan kotbah dengan menggunakan teknologi saat ini, kalau sebelumnya, bisa cukup lama, kan harus buka Alkitab fisik, sekarang dengan Alkitab digital, apalagi ada di handphone, jadi lebih mudah" ungkap Pdt Mulyadi.
Penghujung percakapan, Pdt Mulyadi menyampaikan bahwa di era reformasi ke depan, Alkitab ditulis dalam bahasa-bahasa suku, sebab bahasa ibu itu lebih mengena daripada yang lain.
"Kita mendorong terus Lembaga Alkitab Indonesia, yayasan-yayasan yang bergerak dalam penerjemahan Alkitab, untuk melakukan penerjemahan bagi suku-suku di Indonesia yang masih banyak belum mempunyai Alkitab secara pribadi" tutur Pdt Mulyadi.
"Kita menganjurkan selain Alkitab digital, memang harus diakui lebih cepat, baik untuk melayani, berkotbah, dan sebagainya, setiap kita harus memiliki minimum 1 Alkitab pribadi, yang bisa diberikan tanda, dibaca secara lengkap dengan perikop, dan lain sebagainya. Jadi anak-anak generasi muda diharapkan, mereka juga memiliki Alkitab pribadi dalam bentuk hardcopy" pungkas Pdt Mulyadi. (DPT)
