
Meski Anas Urbaningrum terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat yang baru, untuk periode 2010-2015, pada Kongres II PD di Kota Baru Parahyangan Bandung, yang berlangsung dari tanggal 21-23 Mei 2010, bukan berarti gegap gempita kegembiraan hanya dirasa oleh kader Partai Demokrat semata, tetapi juga para wartawan yang sejak pagi sudah 'nongkrong' di Pusat Informasi Anas Urbaningrum.
Debar-debar para wartawan sebagaimana pendukung Anas Urbaningrum, mengikuti penghitungan suara saat pemilihan Ketua Umum tengah berlangsung, juga terjadi di Pusat Informasi Anas Urbaningrum.
Ratusan wartawan yang hilir mudik sejak pagi, dan mulai semakin berdesakan, saat proses penghitungan suara dimulai, para wartawan mengikutinya melalui TV layar lebar yang disiapkan oleh Tim Media Anas Urbaningrum.
Saat penghitungan awal Anas tertinggal dari kandidat Marzuki Alie, keramaian belum seberapa terasa, tetapi begitu perolehan suara Anas mengejar, bahkan meninggalkan perolehan suara Marzuki dan khususnya Andi Mallarangeng, tidak sedikit teriakan dukungan para wartawan terdengar, layaknya menyaksikan pertandingan final sepakbola.
Terlebih secara khusus saat Andi Mallarangeng membuat keputusan mengakui kekalahannya, meski penghitungan putaran pertama belum usai, sorak-sorai para wartawan yang ada didalam maupun diluar Pusat Informasi AU, termasuk yang ada dibawah tenda panggung Pusat Informasi AU, beserta ratusan kader PD pendukung Anas, berteriak gembira demi mendengar pernyataan Andi Mallarangeng.
Tidak sedikit pula wartawan yang keheranan dengan kekalahan telak yang dialami AM, "Kok bisa begitu ya? Padahal kan AM paling banyak spanduk, baliho, banner, balon udara, belum lagi iklan di media massa?" demikian ungkapan keheranan sejumlah wartawan.
Berdasarkan penelusuran Tim Gerejani saat Kongres II PD, sebenarnya dukungan ataupun keberpihakan wartawan (media) bukan sesuatu yang sudah dikondisikan oleh Tim Sukses AU (meski tidak tertutup kemungkinan, bisa jadi ada sejumlah media yang dirangkul Tim Sukses AU), tetapi simpati wartawan kepada Anas menguat manakala wartawan mengalami perlakuan tidak semestinya dari Panitia, yakni ketidakjelasan ID Card, dan ketatnya pengamanan kongres, maupun minimnya akses peliputan dikarenakan mayoritas sidang kongres dinyatakan tertutup untuk pers.
Saat wartawan mengalami masalah pelik seperti itu, Anas dengan sigap merangkul wartawan, berdialog langsung untuk mencoba mencarikan solusi atas permasalahan yang ada. Inilah kondisi yang menurut Tim Gerejani, membuat simpati para wartawan menguat kepada Anas, terlebih lagi fasilitas akses internet gratis, dan makan-minum gratis bagi wartawan, yang jelas-jelas sangat disukai wartawan, mengingat minimnya perlakuan yang memadai dari Panitia kepada para wartawan.
Nampaknya untuk proses politik dilain waktu, keberadaan dukungan media tidak dapat diabaikan, tetapi juga tidak bisa dikondisikan hanya karena bayaran sejumlah uang, hanya penghargaan atas eksistensi profesi, dan apresiasi keprofesionalan yang dapat membangun simpati wartawan atas perjuangan politik figur tertentu. (DPT)