
Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) mencermati perkembangan kondisi bangsa,yang belakangan ini makin memprihatinkan pasca dikeluarkannya keputusan hukum dan penahanan terhadap Basuki T. Purnama. PGLII sebagai salah satu organisasi kegerejaan terbesar di Indonesia, sangat prihatin terhadap kondisi kekinian Indonesia.
Keprihatinan PGLII terhadap kondisi kekinian bangsa, membuat pimpinan pusat PGLII siang hingga sore tadi, bertempat dikawasan perkantoran ITC Permata Hijau Jakarta Selatan, mengundang media kristiani untuk melakukan dialog, dan juga menyampaikan pernyataan sikap secara nasional. Pertemuan yang langsung dipimpin oleh Pdt. Dr. Ronny Mandang, M.Th. serta Sekretaris Umum Pdt. Dr. Freddy Soenyoto, M.Th, turut hadir Ketua Majelis Pertimbangan Pdt. Dr. Nus Reimas.
Sebelum dua pernyataan sikap disampaikan, Pendeta Ronny menjelaskan bahwa dua pernyataan sikap tersebut dibuat tidak serta merta begitu saja, tetapi melewati proses yang tidak sederhana. Pimpinan nasional PGLII selain melakukan kajian secara internal, juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh, seperti Kapolri Jend (Pol) Tito Karnavian, dan tokoh-tokoh keagamaan lainnya. Pertemuan dengan sejumlah tokoh tersebut semakin membuat pimpinan nasional PGLII prihatin terhadap kekinian kondisi bangsa, sehingga dikeluarkannya dua pernyataan sikap dalam waktu yang relatif berdekatan.
Kedua pernyataan sikap dibacakan oleh Sekum PGLII Pendeta Freddy, isi kedua pernyataan tersebut sebagai berikut :
- Pernyataan sikap pertama yang sudah disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo, merespon sikap politik pemerintah (Menkopolhukam Wiranto) yang telah menyatakan pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pernyataan sikap sebagai berikut :
- Mendukung penuh pemerintah untuk membubarkan organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) dan ormas2 lainnya yang kegiatan-kegiatannya berindikasi bertujuan menggantikan Pancasila dengan Ideologi lainnya.
- Mendesak pemerintah untuk membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang nyata –nyata telah menunjukan sikap yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
- Mendukung penuh langkah-langkah POLRI dalam menindak pelaku makar, terorisme, serta perbuatan-perbuatan yang bersifat menghasut, memftnah serta menimbulkan kebencian SARA yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta meniadakan kebhinekaan bangsa.
- Mendukung pemerintah dan seluruh elemen dan golongan masyarakat yang telah melakukan usaha-usaha untuk mempertahankan NKRI, Kebhinekaan, Pancasila dan UUD 1945.
- Menyerukan kepada seluruh umat kristiani untuk tetap setia kepada Tuhan Yesus Kristus dan menghindari segala upaya-upaya yg menghendaki adanya perpecahan bangsa, melainkan tetap setia kepada NKRI.
Pernyataan sikap kedua, terkait dengan putusan hukum dan penahanan Basuki T. Purnama (Ahok). PGLII merasakan amar putusan Majelis Hakim PN Jakarta Utara terhadap Ahok, tidak mempertimbangkan secara sungguh-sungguh hal-hal yang telah dikemukakan dalam nota pembelaan pribadi BTP, maupun nota pembelaan yang berjudul “Terkoyaknya Kebhinekaan” yang disampaikan Tim Penasihat Hukum BTP. Berikut pernyataan sikap selengkapnya :
- Putusan Majelis Hakim tersebut menunjukkan ketidakadilan yang dilakukan oleh Majelis Hakim terkait penerapan hukum terhadap BTP, dan kurang mempertimbangkan keterangan-keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan alat bukti lain yang diajukan BTP pribadi, maupun Tim Penasihat Hukum BTP, yang jelas-jelas membuktikan BTP tidak ada niat melakukan penodaan agama Islam, dan karenanya BTP telah mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim tersebut. Atas dasar itu, PGLII menolak dengan tegas terhadap putusan Majelis Hakim tersebut, dan meminta agar Pengadilan Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara BTP dalam tingkat banding, agar mempertimbangkan bahwa BTP jelas-jelas tidak ada niat melakukan penodaan agama Islam, dan memutuskan membebaskan BTP dari segala dakwaan/tuntutan.
- PGLII juga mencermati dan merespon perintah penahanan oleh Majelis Hakim dimana pasca putusan tersebut, JPU langsung melakukan penahanan terhadap BTP di Rutan Cipinang dalam kurun waktu pukul 11.00 s.d 20.00 dan setelah itu di Mako Brimob Kelapa Dua, yang jelas-jelas perintah penahanan tersebut kontradiktif dengan pertimbangan Majelis Hakim sendiri yang menilai BTP kooperatif, sehingga BTP tidak mungkin mengulangi perbuatannya, tidak mungkin menghilangkan barang bukti dan tidak mungkin melarikan diri, karena itu PGLII menyampaikan agar Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menangguhkan penahanan atau mengalihkan menjadi tahanan kota terhadap BTP, atas dasar jaminan dari Istri dan anak BTP, adik BTP, Ketua DPRD DKI Jakarta, Wagub Provinsi DKI Jakarta , tokoh-tokoh masyarakat, dan penasehat hukum. Hal ini guna menghindari tindakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap BTP yang dijamin oleh Undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Demikian kedua pernyataan sikap pimpinan nasional PGLII yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum. (DPT)
